lucky_jason mraz

Get Free Music at www.divine-music.info
Get Free Music at www.divine-music.info

Free Music at divine-music.info

Kumpulan cerpen


Senja di Padang Rumput

Hangatnya sinar mentari pagi masuk melalui celah jendela kamar. Suara ketukan pintu sedari tadi belum berhenti. Rasa kantuk masih menjalar dalam tubuhku. Berkali-kali ibuku membangunkanku. Dengan rasa malas dan enggan akhirnya aku bangun dari tempat tidurku.
“ Ia ma aku bangun…”, sahutku pelan.
                Setelah melihat jam menunjukan pukul 06.15 aku tercengang dan segera bergegas untuk sholat dan mandi. Terlihat adik  kecil Alice yang sedang makan dengan nasi yang berceceran dimana-mana.
                “ Ma… aku berangkat ya? “, teriak Alice.
                Dengan cepat Ia menyambar sepeda butut kesayangannya itu dan pergi. Sebelum pergi ke kampus, ia ke tempat biasa mengambil koran dan mengantarkannya ke setiap rumah.Ia memberikan uang hasil mengantar koran pada bang Rojak, karena ia sudah bekerja keras Alice mendapat uang tambahan dari bang Rojak. Ucapan terimakasih tak lupa Alice ucapkan.
                “Ya, besok kerjanya yang bagus ya?”, ucap bang Rojak.
                “ Ok Bang”, ( pergi menggayuh sepeda dan mengangkat tangan sebagai isyarat mengiyakan).
                Tanpa kenal lelah Ia terus menggayuh sepedanya agar sampai di kampus. Sesampainya di kelas ia langsung di sambut dengan hukuman oleh Pak Ari dosennya. Walaupun Ia terkadang suka terlambat, ia dikenal  sebagai murid yang teladan di kampusnya dan mendapat beasiswa.
                Setelah selesai kuliah Ia biasanya kerja part time di sebuah restoran, sebagai pengantar makanan hingga hari petang. Maklumlah dia bekerja seperti ini sebagai tulang punggung keluarganya. Ayahnya sudah meninggal sejak ia duduk di kelas 3 SD karena penyakit lupus yang di deritanya. Parasnya yang manis, ceria, pekerja keras dan sedikit tomboy, tidak sedikit orang yang menganguminya.
Rery meledek Alice karena kebiasaanya yang selalu datang terlambat kuliah, namun Alice menanggapinya dengan santai. Rery juga menawarkan Alice satu bungkus nasi rames, sebab ia tahu pastinya Alice belum sarapan.
                “Tau aja kamu Rer,”  ( menyenggol bahu Rery dengan bahunya).
                Rery hanya tersenyum.
                “Antar tuh pesanan, alamatnya di Jl. Kenanga, no. 3, Asri house”, ucap Rery.
                “Oke “, sahut Alice sambil makan.
                Alice sampai ke alamat yang ia tuju, ternyata jaraknya memang tidak jauh dari restoran tempat ia bekerja. Terdengar suara orang terjatuh. Ternyata pemilik rumah yang memesan makanan tertimpa pot bunga dan mengenai kakinya. Alice segera menolong Ibu tersebut dan mengobati lukanya dengan daun.
                “ Ini yang ayah saya lakukan ketika saya jatuh”, ucap Alice. ( ibu itu hanya tersenyum )
                “Terimakasih nak”, ucap ibu tersebut.
                Alice membungkukan badan. Ia bertanya untuk memastikan apakah benar ibu tersebut yang memesan makanan di restauran tempat dia bekerja. Setelah mendapat kepastian yang pasti, Alice memberikan pesananya dan menerima uang hasil dari ia mengantar pesanan.
                Waktu menunjukan pukul 17.00, ia selalu meluangkan waktunya untuk mengunjungi sebuah padang rumput yang tidak jauh dari desanya. Di sanalah ia dulu sering bercanda bersama ayahnya. Ia juga menuliskan segala keinginanya di batu besar tersebut.
                Terlihat seorang laki-laki menduduki batu besar tersebut.
                “ Hei minggir!”, ( dengan kasar ia mendorong laki-laki tersebut sampai jatuh).
                “Santai dong, bajuku kan jadi kotor, ucap laki-laki tersebut.
                “Siapa suruh kamu duduk di situ!”, ucap Alice dengan sewotnya.
                “Ini kan tempat umum kenapa kamu yang sewot?”, ucap laki-laki tersebut.
                Tanpa menghiraukan apa yang dia ucapkan, Alice langsung membersihkan batu tersebut. Tanpa sengaja pemuda tersebut melihat sebuah tulisan.
“Kenangan bersama ayahku”
Aku berjanji pada ayah aku akan menjadi dokter,
dokter yang bisa mengobati rasa sakit yang ayah rasakan,
aku tidak mau orang lain merasakan rasa sakit seperti yamg ayah rasakan
“Aku sayang Ayah”
                Hei kamu! tidak ada yang boleh duduk di batu ini! pergi! ”, bentak alice (sontak pemuda tersebut terbangun dari lamunanya).
                “Dasar gadis aneh,”, ucap laki-laki tersebut.
                Di rumah yang sederhana…
                “Ma aku pulang”, ucap Alice.
                Alice memberikan semua uang hasil kerjanya pada ibunya, ibunya merasa tersentuh karena mempunyai anak yang pekerja keras seperti Alice, mereka berpelukan.
                Keesokan paginya, hal yang sama selalu terjadi, ia terlambat masuk kelas. Namun kali ini ia tidak mendapat hukuman. Pak Sandy membawa anak baru, ternyata dia adalah Hendy, laki-laki yang bertemu Alice sewaktu di padang rumput. Seisi ruangan yang hening  berubah menjadi ramai, terutama para wanita yang terpesona dengan ketampanan Hendy.
“ Perkenalkan nama saya Hendy”, ucap Hendy.
Pak Sandy menyuruh Hendy duduk di sebelah Alice. Alice yang dari tadi asik mengerjakan soal, sontak kaget dengan kedatangan Hendy.
“ Kamu?”, ucap Alice tercengang.
“ Hey”, ucap Hendy dengan kaku.
Sepulang mengantar makanan. Rasa bahagia tengah menyelimuti Alice, ia bersepeda menuju padang rumput, tiba-tiba doooor ban sepeda Alice kempes, ia hilang keseimbangan dan terjatuh ke parit.
“Kamu tidak apa-apa gadis senja?”, ucap Hendy mencemaskannya.
Hendy langsung mendekati Alice dan mengobati luka Alice dengan daun.
“ Ini sudah aku obati”, ucap Hendy.
Alice teringat ketika ayahnya dulu mengobatinya, dan tanpa sadar Alice mulai menaruh rasa suka dengan Hendy.
“ Hei…”, ucap Hendy (melambaikan tangannya di depan muka Alice).
“Minggir!”, ucap Alice kasar (ucapannya berlainan dengan kata hatinya).
Alice berniat pergi, namun ia terjatuh kembali. Hendy kembali mendekati Alice memberikan punggungnya, tapi  Alice masih sok cuek dengan tawaran Hendy. Dengan terpaksa, Alice akhirnya mengiyakan. Hendy menggendong Alice sampai mobil dan mengantarnya sampai rumah, sepeda bututnya ditaruh di belakang mobil. Di dalam mobil Alice tertidur, tanpa sengaja Hendy memandangi wajah Alice. Dalam hatinya ia berkata, Alice kamu manis juga ya kalau lagi diam begini. Tiba-tiba Alice terbangun sontak raut muka Hendy terlihat gugup.
“Sudah sampai ya?”, ucap Alice.
“Sudah sana cepat turun”, ucap Hendy mengalihkan pembicaraan.
Alice turun dari mobil, dan Hendy menurunkan sepedanya.
“Terimakasih”, ucap Alice dan membungkukan badannya.
Hendy pergi meninggalkan Alice tanpa berbicra sepatah katapun.
Malam sunyi, di dalam kamar masing-masing Alice dan Hendy saling memikirkan satu sama lain,  dalam hati mereka sudah mulai tumbuh benih-benih cinta.
Mentari pagi seakan keluar dari peraduannya, masih dengan rutinitas yang sama sepulang kuliah Alice mengantar makanan ke alamat yang sama. Namun kali ini Alice mengantar pesanan dengan berjalan kaki. Tak disangka alamat rumah yang menjadi langganan restaurant tempat Alice bekerja adalah rumah Hendy. Keduanya kaget memandang satu sama lain.
“Kamu?”,ucap keduanya.
Ibu Hendy memberikan uang pada Alice, Alice menanyakan bagaimana keadaan ibu Hendy.
“Siang tante, bagaimana keadaan kaki tante?”, Tanya Alice.
“Sudah baikan ko, ini juga berkat bantuanmu nak”, ucap ibu Hendy dengan senyuman.
Alice berpamitan meninggalkan tempat. Siang berganti menjadi sore, Ia mengunjungi padang rumput. Tanpa sepengetahuan Alice Hendy mengikutinya.
Alice bercerita tentang perasaannya, Ia sudah menemukan orang yang ia sukai, dan Hendy mengingatkanya pada sosok ayahnya, ukiran tulisan itu akan selau menjadi  motivasinya, dan ia sangat merindukan akan kehadiran ayahnya, air matanya menetes tanpa henti. Hendy yang melihatnya mulai mendekati Alice, tanpa kata apapun Alice memeluk Hendy, air matanya kembali menetes.
Alice menceritakan semua yang terjadi dengan ayahnya, karena penyakit lupuslah yang telah merenggut nyawa ayahnya. Perasaan Alice sudah mulai membaik. Hendy menatap Alice tajam. Rasa gugup terlihat jelas di muka Alice. Hembusan angin dan matahari terbenam menambah heningnya suasana.
“Ke.., kenapa?, jangan memandangku seperti itu”, ucap Alice terbata-bata.
“Alice, sejak pertama bertemu denganmu aku sudah mulai menyukaimu, dan sekarang aku yakin dengan perasaan itu”, ucap Hendy .
Alice hanya terdiam.
“Alice, aku benar-benar mencintaimu, maukah kau menjadi pacarku?”, ucap Hendy (memegang tangan Alice).
Alice menganggukan kepala.
“ Ya, aku mau”, ucap Alice.
“Benar?, terimakasih”, ucap Hendy (bersorak dan memeluk Alice).
Rajutan cinta Alice dan Hendy semakin melekat saja, sudah berjalan selama 3 bulan. Suatu hari Hendy menyuruh Alice datang menemuinya di padang rumput, Hendy ingin memberikan  kejutan pada Alice. Dengan mata tertutup Alice berjalan menyusuri padang rumput yang telah dihias dengan lilin berbentuk love, dan meja makan yang telah ditata sedemikian rupa. Terbenamnya matahari menambah lengkapnya suasana.
“Sekarang kamu bisa buka matamu?”, ucap Hendy.
Alice hanya bisa terdiam, betapa bahagianya dirinya. Hendy berlutut di depan Alice dan memberikan cincin.
“Will you Marrie me?”, ucap Hendy.
“Ya”, ucap Alice dengan senyuman di bibirnya.
Suatu sore Alice ingin memberitahu Hendy kabar gembira, bahwa Alice mendapat beasiswa kuliah diluar negeri. Namun keanehan- keanehan mulai terjadi dengan Hendy.
“Sayang aku dapat beasiswa keluar negeri”, ucap Alice dengan senangnya.
“Selamat gadis senjaku”, ucap Hendy.
Alice memeluk Hendy. Tanpa sengaja Alice memegang rambut Hendy.
“Rambut kamu kenapa rontok dan mukamu terlihat pucat, ada goresan merah dipipimu?”, ucap Alice.
“Mungkin sekarang aku terlalu banyak aktivitas dengan bandku, jadi terlalu lelah”, ucap Hendy.
“Aku ambilkan makanan dulu ya”, ucap Hendy.
Ketika berjalan, Hendy tiba-tiba merasakan pusing, suara di sekelilingnya mulai hilang, dan pandanganya mulai buram. Hendy jatuh pingsan.
“ Hendy!”, teriak Alice.
Setelah siuman Alice mengantar Hendy pulang.
Keesokan harinya, Hendy dengan ibunya pergi ke dokter, memeriksa sebenarnya apa yang terjadi dengan dirinya. Dokter terlihat sedih, ternyata Hendy terserang penyakit lupus, penyakit yang sama seperti ayah Alice sehingga merenggut nyawa ayah Alice. Ibu Hendy yang mendengarnya, sekujur tubuhnya menjadi lemas tak berdaya dan terjatuh. Namun Hendy berusaha tegar dan menerima kenyataan yang pahit ini.
“Lalu saya harus bagaimana dok, apa harus operasi?”, ucap Hendy.
Dokter berkata kalau di operasi kemungkinan selamat hanya sedikit, karena akan membahayakan nyawanya.
“Tapi jika itu keputusanya, maka kami akan melakukan yang terbaik”, ucap Dokter.
Betapa terpukulnya Hendy mendengarnya, bagaimana dengan Alice kalau dia tahu, Hendy tidak bisa melihat Alice untuk yang kedua kalinya kehilangan orang yang dicintainya karena penyakit yang sama. Hendy perlahan mulai menjauhi Alice, tidak pernah ke kampus dan tidak pernah menjawab teleponnya.
Setelah menyiapkan mental dan fisiknya yang memang mulai memburuk, Hendy berniat memutuskan Alice dengan melakukan sandiwara, membawa gadis bayaran sebagai kekasihnya, supaya Alice menjauhiya. Namun tetap saja tidak berhasil.
Keadaan Hendy semakin parah saja, apalagi sekarang kepalanya sudah mulai botak, tubuhnya kurus, dan garis merah dikulitnya mulai menyebar ke tubuhnya.
Dalam hati Alice tersimpan rasa curiga, apa yang membuat Hendy seperti itu, akhirnya ia memutuskan untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sudah berapa banyak tempat yang di cari Alice dan orang-orang yang dia tanyakan, namun tetap saja tidak ada yang mengerti. Hingga terfikir olehnya untuk pergi kerumah Hendy.
Rumahnya terlihat sepi, hanya ada pembantu yang sedang menyapu di depan rumahnya. Alice bertanya pada bibi apakah Hendy ada dirumah, namun bibi tersebut tidak mau mengatakannya, setelah Alice memohon, akhirnya bibi tersebut memberitahu bahwa Hendy di rawat dirumah sakit karena terserang lupus.
Betapa kagetnya Alice mendengar berita tersebut, Alice terjatuh, sekujur tubuhnya lemas tak berdaya seakan pingsan.
“Non? non tidak apa-apa”, tanya bibi.
Alice hanya terdiam lemas, berusaha bangun dari keterpurukan, dengan perasaan yang kacau, ia meninggalkan rumah Hendy dan menuju rumah sakit.
“Kamu jahat!”, teriak Alice (menggoyangkan tubuh Hendy).
“Kenapa tidak bilang!, kamu tahu betapa menderitanya aku, kenapa?”, teriak Alice (keluarlah air matanya bercucuran).
“Seharusnya kamu jujur, setidaknya kamu bisa berbagi rasa sakit denganku, seharusnya aku ada di sampingmu menemanimu, menjagamu, seharus…”, ucap Alice.
 Kata-katanya terhenti ketika Hendy menaruh jari telunjuknya ke bibir Alice dan memeluknya.
“Aku tidak sanggup mengatakanya padamu, aku tidak ingin kamu bersedih karena aku, aku tidak mau nanti akhirnya  kamu akan terluka”, ucap Hendy.
Alice hanya bisa menangis dalam pelukan Hendy.
Besok adalah hari dimana Hendy akan di operasi, dan tiba saatnya. Suasana hening menyelimuti hari itu, rintikan hujan seakan merasakannya. Alice, keluarga Alice dan Hendy, teman Hendy, semua orang yang menyayangi Hendy hadir disana. Perasaan cemas, takut, tegang bercampur menjadi satu. Mereka berdoa bersama mendoakan keselamatan Hendy.
Namun operasi tidak berjalan dengan baik, suatu gangguan sempat terjadi, saat detik-detik terakhir Hendy meminta pada dokter agar Alice menemuinya.
“Alice, maafkan aku, aku tidak bisa menemanimu lagi, menjagamu, aku hanya bisa menjagamu dari jauh, aku akan selalu merindukanmu dan menyayangimu”, ucap Hendy pelan.
Air mata Alice tak terbendung lagi.
“Kamu harus janji, kamu harus mengejar cita-citamu itu, kamu pasti bisa gadis senjaku”, ucap Hendy.
Menggegam tangan Alice dan menghembuskan nafas terakhirnya.
“Tidak…! Hendy bangun!”, teriak Alice.
Takdir dari yang Maha Kuasalah yang memisahkan mereka di dunia, namun rasa cinta  kasih mereka takkan pernah sirna oleh putaran roda dunia.
Beberpa minggu kemudian.
Kenangan indah bersamamu akan menjadi kenangan indah yang selalu ada dalam hatiku, senyummu kan menjadi obat penghilang luka dalam hatiku. Sebutan gadis senjaku takkan pernah terdengar lagi, namun kenangan indah itu kan menghiasi hidupku.
Alice mengukir kata-kata itu dalam batu besar di waktu senja di padang rumput. Kini Alice telah pergi ke luar negeri  meraih cita-citanya itu.




























               














Tidak ada komentar:

Posting Komentar